Nama Sekolah : SMA Negeri 90 Jakarta
Alamat : Jalan Sabar, Petukangan Selatan,
Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Kepala Sekolah : Drs. Matalih, M. Si
Guru : Dra. Nurdiana
Mata pelajaran : Kimia
Metode
jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru,
yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran.
Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar
kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin
diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Latar belakang penggunaan metode pembelajaran jigsaw pada mata pelajaran kimia diakui oleh Dra. Nurdiana selaku guru Kimia di
SMAN 90 karena pada kelas X SMA, masih banyak anak murid yang ragu untuk
memilih jurusan apa nanti nya yang akan mereka pilih, sehingga mereka jadi
malas-malasan untuk belajar. Kimia sebagai mata pelajaran wajib di jurusan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dianggap membosankan oleh beberapa anak yang memang
tidak ingin melanjutkan ke IPA ketika kelas XI nantinya. Terkadang murid-murid
yang tidak menyukai pelajaran Kimia cenderung mengganggu murid lain yang serius
untuk belajar. Oleh sebab itu, ibu Nurdiana mencoba untuk menerapkan metode
pembelajaran yang akan membuat suasana kelas ramai dan menyenangkan. Dipilihlah
metode cooperative learning jigsaw sebagai formula untuk mengurangi kejenuhan murid
saat belajar di kelas dan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.
Jigsaw
adalah teknik pembelajaran aktif yang biasa digunakan karena teknik ini
mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. Setiap siswa yang
ada di “kelompok awal” mengkhususkan diri pada satu bagian dari sebuah unit
pembelajaran. Para siswa kemudian bertemu dengan anggota kelompok lain yang
ditugaskan untuk mengerjakan bagian yang lain, dan setelah menguasai materi
lainnya ini mereka akan pulang ke kelompok awal mereka dan menginformasikan
materi tersebut ke anggota lainnya.
Semua siswa
dalam “kelompok awal” telah membaca materi yang sama dan mereka bertemu serta
mendiskusikannya untuk memastikan pemahaman.
Mereka
kemudian berpindah ke “kelompok jigsaw” – dimana anggotanya berasal dari
kelompok lain yang telah membaca bagian tugas yang berbeda. Dalam
kelompok-kelompok ini mereka berbagi pengetahuan dengan anggota kelompok lain
dan mempelajari materi-materi yang baru.
Setelah
menguasai materi baru ini, semua siswa pulang ke “kelompok awal” dan setiap anggota
berbagi pengetahuan yang baru mereka pelajari dalam kelompok “jigsaw.” Seperti
dalam “jigsaw puzzle” (teka-teki potongan gambar), setiap potongan gambar
–analogi dari setiap bagian pengetahuan– adalah penting untuk penyelesaian dan
pemahaman utuh dari hasil akhir.
Penjabaran berdasarkan Karakteristik
Inovasi :
- Keunggulan relatif (relative
advantage)
Keunggulan
relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul
dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari
beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan
lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin
cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Ø
Metode
jigsaw dirasakan lebih baik atau unggul dibandingkan metode pembelajaran konservatif
seperti ceramah, yang selama ini dilakukan oleh seorang guru di depan kelas. Selain
itu, metode jigsaw juga lebih memiliki daya tarik bagi siswa karena mereka
dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran, tidak pasif hanya duduk dan
mendengarkan saja. Keunggulan lainnya yaitu melalui metode jigsaw akan mempermudah
guru dalam menyampaikan materi yang dikemas secara singkat dan jelas tanpa
harus memaparkan panjang lebar materi di depan kelas, karena yang lebih banyak
bertindak dalam proses pembelajaran adalah siswa.
- Kompatibilitas
(compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi
tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa
lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru
tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu
tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
(compatible).
Ø
Metode jigsaw sudah sesuai
dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang menjelaskan bahwa salah
satu fungsi pendidikan adalah ‘mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik……’ metode ini dirasa mampu membantu pembentukan watak peserta
didik serta perkembangan potensi yang dimilikinya. Metode jigsaw dianggap
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku, karena di SMAN 90 sangat mengedepankan active learning dalam proses
pembelajaran.
- Kerumitan (complexity)
Kerumitan
adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami
dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah
dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya.
Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu
inovasi dapat diadopsi.
Ø Inovasi ini dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh para
pengadopsi alias guru sebagai pendidik. Ini terbukti dengan tanggapan dari
siswa dan guru yang sudah menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas. Siswa
yang awalnya tidak menyukai pelajaran kimia, dengan menerapkan metode ini
menjadi lebih tertarik dengan kimia dan tidak merasa jenuh lagi ketika
mengikuti pelajaran kimia.
- Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan
untuk diujicobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas
tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam setting sesungguhnya
umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat
dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan
(mendemonstrasikan) keunggulannya.
Ø
Metode
jigsaw sudah diujicobakan di kelas X SMAN 90 Jakarta dan terbukti cukup efektif dalam memecahkan masalah belajar, bagi guru yang
sudah mempraktekkan metode ini merasa jigsaw telah memberikan solusi yang luar
biasa dalam proses pembelajaran. Siswa juga merasakan kemudahan dalam menerima materi
pelajaran kimia yang dianggap sulit menjadi lebih mudah untuk dipajami.
- Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan
untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh
orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin
besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi.
Ø Metode jigsaw dapat
diamati secara langsung teknis prakteknya di kelas X pada ruang Kimia di SMAN
90 Jakarta.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian
(compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati
serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi
tersebut dapat diadopsi.
Penjabaran berdasarkan Proses
Pengambilan Keputusan Inovasi :
1.
Tahap
Pengetahuan (knowledge)
Sebagai seseorang guru, Dra. Nurdiana memiliki
kedudukan sebagai opinion leader di dalam kelas, sebab inovasi ini merupakan
inovasi pada level kelas, sehingga Beliau memiliki wewenang penuh terhadap
siswanya. Beliau mulai memberikan informasi seputar metode jigsaw yang akan diterapkan ke dalam kelas
yang diajar kepada calon
adopter yaitu seluruh siswa asuhannya, sehingga calon adopter memiliki gambaran
mengenai teknis pelaksanaan metode jigsaw.
2.
Tahap
Persuasi (persuasion)
Pada tahap ini guru menghimbau
para calon adopter (siswa) untuk mencoba menerapkan metode jigsaw selama proses pembelajaran berlangsung,
serta menjelaskan manfaat yang
akan diperoleh, sehingga akan membangun kesadaran dalam diri siswa untuk berperilaku
sebagai active learner.
3.
Tahap
Pengambilan Keputusan (Decision)
Pada tahap ini individu akan memutuskan untuk mengadopsi atau tidak suatu
inovasi. Dalam hal ini inovasi yang didifusikan berasal dari orang yang
memiliki wewenang penuh terhadap calon adopter yaitu guru, sehingga dapat
dikatakan proses difusi inovasi yang berlangsung bersifat otoritas. Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang (siswa) oleh individu yang berada dalam posisi atasan (guru). Maka seluruh
siswa mau tidak mau harus mengadopsinya. Namun proses keputusan ini berlangsung
secara bertahap.
4. Tahap Pelaksanaan (implementation)
Pada tahapan ini siswa sebagai adopter mulai menerapkan
metode jigsaw sesuai dengan teknik pelaksanaan atau prosedur yang telah
dijelaskan oleh sang guru (pada tahap pengetahuan). Di awal pelaksanaan masih
banyak miss komunikasi yang terjadi, misalnya ada siswa yang salah masuk
kelompok atau masih ada siswa yang kebingungan mengenai metode pembelajaran
ini. Namun secara keseluruhan proses pembelajaraan berjalan dengan baik.
5.
Tahap
Konfirmasi (Confirmation)
Pada tahapan konfirmasi siswa sebagai adopter
menyadari bahwa banyak manfaat yang didapat selama menerapkan metode jigsaw, diantaranya
mereka menjadi lebih aktif selama di kelas, adanya unsur kompetitif yang memacu
siswa untuk lebih unggul dari yang lainnya. Oleh sebab itu mereka memutuskan
untuk menggunakan metode jigsaw selama pembelajaran kimia, pada khususnya ketika
sebelum melakukan praktikum.
Kesimpulan :
Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif yang biasa digunakan karena teknik ini mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. Metode jigsaw merupakan metode pembelajaran berkelompok yang dituntut kekompakannya agar dapat bersaing dengan kelompok lain dan menunjukkan keunggulan dalam diri tiap individu. Metode ini sangat baik untuk diterapkan karena akan membangun rasa kemandirian, disiplin, dan kepercayaan diri pada siswa. Dengan dijabarkannya karakteristik inovasi dan tahap keputusan inovasi, metode jigsaw dapat dikatakan sebagai inovasi dalam proses pembelajaran di SMA Negeri 90 Jakarta.
Referensi :